Kepemimpinan Dalam Situasi Krisis: Fungsi Komando Penanganan Darurat Bencana Secara Multihelix Dalam Penanganan Darurat Bencana Hidrometeorologi Basah di Kabupaten Sukabumi

Kepemimpinan Dalam Situasi Krisis: Fungsi Komando Penanganan Darurat Bencana Secara Multihelix Dalam Penanganan Darurat Bencana Hidrometeorologi Basah di Kabupaten Sukabumi

Smallest Font
Largest Font

PORTAL BOGOR, Cibinong - Keadaan darurat bencana adalah suatu keadaan yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan sekelompok orang/masyarakat yang memerlukan tindakan penanganan segera dan memadai. Dalam konteks kebencanaan, koordinasi bertujuan untuk menciptakan dan memelihara suasana dan perilaku yang ada pada setiap unit kerja, baik yang terkait maupun tidak, menjadi reaktif dan prediktif.

Kaitannya dengan siklus bencana, koordinasi dapat dilakukan melalui sistem komando.

Salah satu penanganan darurat bencana yang bisa menjadi pembelajaran terkait kepemimpinan dalam fungsi komando adalah Penanganan Tanggap Darurat Bencana Banjir, Pergerakan Tanah, Longsor dan Angin Kencang yang masiv di Kabupaten Sukabumi yang terjadi tanggal 4 Desember 2024, dimana sebelumnya dipicu oleh hujan dengan intensitas tinggi dari tanggal 1 sd 3 Desember 2024.

Bencana tersebut berdampak di 39 kecamatan (9625 KK) dan sebanyak 10 orang meninggal dan 2 orang hilang, serta kerusakan pada berbagai infrastruktur dan rumah warga.

Pemerintah (Pemerintah Daerah/BPBD dan BNPB) sebagai unsur utama, bergerak cepat untuk melakukan penanganan tanggap darurat dengan menerbitkan Status Tanggap Darurat Bencana Banjir, Pergerakan Tanah, Longsor dan Angin Kencang di Kabupaten Sukabumi, selama 7 Hari pertama sejak terjadinya bencana, yang kemudian diperpanjang hingga 24 Des 2024, dan dilanjutkan dengan Status Transisi Darurat ke pemulihan selama 90 Hari TMT 18 Des s.d. 17 Mar 25.

Untuk mengoptimalkan sumber daya dan sistem kerja penanganan bencana, maka dibentuklah Pos Komando Utama maupun Posko Tanggap Darurat (Posko TD). Pos Komando ini terdiri dari berbagai komponen : unsur Pemerintah (BNPB dan Kementerian/Lembaga terkait),Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kabupaten Sukabumi melalui BPBD dan PerangkatDaerah terkait, TNI, Polri, dan stakeholder terkait. Dalam pengoperasian Pos Komando ini diperlukan gaya kepemimpinan yang sesuai dalam kondisi krisis bencana.

Gaya kepemimpinan otoriter tidak sesuai dalam konteks ini, karena dalam sistem komando diperlukan kerjasama yang fleksibel untuk menerima masukan dari berbagai komponen yang terlibat.

Otoritas akan menimbulkan pergesekan dalam tim. Sehingga diperlukan fleksibilitas, namun juga didukung ketegasan dan komitmen dari Komandan Insiden.

Dalam penanganan bencana di Sukabumi tersebut, berbagai tipe kepemimpinan terpakai secara langsung. Antar sektor melakukan koordinasi dan langkah-langkah terpadu, seperti evakuasi, penanganan longsoran, pemenuhan kebutuhan air bersih, distribusi logistik, pemenuhan Faskes dan Yankes, serta perbaikan kembali akses jalan, listrik dan komunikasi yang sempat terputus, dalam waktu yang optimal.

Hal ini sesuai peran kepemimpinan dalam krisis yang dituntut bisa berfikir kritis, cepat, berfokus pada hasil, serta punya kemampuan komunikasi baik, secara tatap muka langsung ataupun virtual saat kondisi krisis.

Selain itu juga diupayakan inovasi langkah pencegahan dengan modifikasi cuaca untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya lagi cuaca hujan ekstrem. Operasi Modifikasi Cuaca melibatkan peran antar instansi : BNPB, BMKG, TNI, dan stakeholder terkait. Dalam hal ini, gaya kepemimpinan inovasi sangat berperan dalam Sistem Komando. Koordinasi antar instansi terkait evaluasi tata ruang wilayah, perijinan pembukaan lahan atau permukiman dan pemetaan tentang resiko bencana juga dilakukan.

Koordinasi yang baik dan efektif sudah dilakukan dalam kegiatan Pos Komando yang dipimpin oleh Insiden Commander, sehingga saat ini penanganan kebutuhan dasar pengungsi, normalisasi aksesibilitas membaik, 39 kecamatan terdampak sudah menuju masa transisi darurat ke pemulihan.

Sebagai rekomendasi, perkuatan sektor daerah sebagai penanggung jawab utama saat terjadi bencana perlu ditingkatkan, sehingga tidak selalu bergantung pada pihak pusat.

Untuk saat ini Perkuatan dari unsur pusat masih dibutuhkan dalam pendampingan pendataan rumah dan infrastruktur terdampak, kajian wilayah yang aman untuk relokasi maupun insitu dan penyusunanRencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi (R3P).

Agus Riyanto, ST, MM (Mahasiswa Program Studi Doktor Fakultas Ilmu Administrasi Kampus Jakarta Universitas Brawijaya)

Editors Team
Daisy Floren